Demikianlah, kini negeri beta ini sibuk dengan promosi, sibuk dengan iklan, sibuk dengan “riya” (memperlihatkan hasil kerja kepada orang bahwa ia telah banyak berbuat.
Riya itu berasal dari Bahasa Arab yang seakar dengan kata Ra-a: artinya melihat atau memperlihatkan sesuatu. Secara lebih luas dan lebih jauh, dalam terminologi agama dapat bermakna memperlihatkan kerja secara tidak ilhlas, maka riya itu pun dipandang sebagai amal mazmumah).
Selain memasang iklan di media cetak dan elektronik, selain di buku tebal dan spanduk serta baleho yang berserak, maka salah satu media lain yang digunakan dalam rangka “riya” itu adalah TV jalan. Maka di kota ini pun terdapat banyak televisi raksasa yang dipampangkan di tepi jalan.
Maksud si pemasang tv jalan, tentu saja tayangan yang diputar dapat ditonton banyak orang tentang apa yang dilakukannya selama ini, tentang ini dan itu, dan tentang segala hal yang bersangkut kait dengan lembaga itu, mulai kegiatan top leader, middle leader sampai low leader lembaga tersebut. “Bahwa ini saya lho. Ini kami loh. Ini yang telah saya dan kami lakukan lho. Hebat kami kan?”
Itu pun tak mengapa karena; pertama kabarnya dahulu, menurut salah satu penelitian psikologi, bahwa kata yang paling banyak diucapkan manusia dalam sehari semalam adalah kata “aku, haku, saya, hamba, beta, ana, I, dan lain-lain yang bermakna ke-akuan (egoisme dan eksistensisme diri). Kedua, hal itu memperlihatkan bahwa kita kreatif walau minim manfaat.
Selain itu tv jalan tentu saja dipasang untuk menjadi sumber informasi bagi khalayak karena memang tak semua orang baca koran, tak banyak orang yang menonton tv di rumahnya karena memenuhi kebutuhan pangan pun kempang kempis, apalagi stasiun televisi berserak.
Selain itu, tak semua orang sempat mendengar radio. Maka TV jalan pun menjadi salah-satu alternativ tontonan bagi warga.
Akan tetapi agaknya ada yang dilupakan si pemasang tv jalan, bahwa di samping memiliki manfaat, tv jalan juga punya mudharat, di antaranya. Pertama, dapat membuat si pengendara lalai akibat menonton tv sehingga akan berujung kepada kecelakaan. (ini menarik, sayang saya tidak punya data berapa korban kecelakaan sebelum dan sesudah pemasangan tv jalan tersebut). Kedua, tidak semua informasi yang ditayangkan tv jalan diserap pengguna jalan (bisa-bisa informasinya malah bias karena informasi atau film yang diputar terlalu panjang).
Informasi dapat disampaikan tapi tentu saja bersifat minim waktu sehingga pesan tak maksimal sampai kepada pengguna jalan. Selain itu, harga tv jalan kabarnya sangat mahal, jangan-jangan dapat membangun gedung sekolah anak marginal di ibu kota provinsi ini yang diberitakan beberapa surat kabar beberapa waktu lalu. Keempat, tv jalan mungkin dapat dipasang di area tidak padat atau macet sehingga dapat dinikmati para pengendara sambil berhenti di tepi jalan (anggap saja bioskop jalan gratis.
Semoga bioskop jalan ini tidak membuat beberapa bioskop di kota ini gulung tikar. He he he).
Kalau tv raksasa dipasang di jalan protocol, hemat dan kimat saya tentu saja tidak maksimal, pertama pengendara sibuk mencari jalan apalagi pagi, orang bersibuk menuju tempat masing-masing, dan menghindari kecelakaan sehingga informasi tv jalan tidak punya efek-feedback maksimal. Kalau sudah begitu, tentu keberadaan tv jalan menjadi “wujuduhu ka ‘adamihi” (adanya sama dengan tidak ada).
Walaupun begitu, kita menaruh salut kepada pemasang tv jalan karena dapat membuat pemandangan baru di kota ini, serta dipandang agak kreatif walau mungkin minimalis manfaat. Meleseeeeet, kata Young Riau.
By Griven H Putera
Pernah dimuat di Koran Riau, Jumat 15 April 2016
Jumat, 12 Agustus 2016
Kawin
“…maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi…” (QS. An Nisa’: 3).
“Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang membenci sunnahku maka bukan termasuk dari golonganku (umat nabi Muhammad Saw)”. (HR. Ibn Majah no. 1846. Shohih Jami’ As Shoghir no. 6807).
Salah satu fungsi keberadaan syariat agama adalah untuk melayani kebutuhan manusia. Ketika sebuah doktrin agama tak dapat melayani kebutuhan jasmani dan rohani manusia maka ragukanlah agama itu datang dari Sang Pencipta.
Bila diibaratkan sebuah produk sepeda motor, maka produsen sepeda motor tersebut menyertakan buku petunjuk pemakaian agar ia awet. Jika diumpamakan manusia, maka ketika manusia diciptakan maka ia dibekalkan Tuhan sebuah kitab petunjuk sebagai buku pedoman bagi manusia untuk menjalani kehidupannya agar ia awet dan dapat berguna serta bermakna sebagaimana mestinya. Buku petunjuk itu dapat berupa kitab suci sebagai landasan dari sebuah syariat agama.
Bagi Islam sendiri, kehadiran Islam yang memiliki buku petunjuk yaitu Alquran sebagai dasar utama dari syariat Islam, salah satunya berperan dan berfungsi untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupan. Kitab Alquran dan hadits Nabi Saw sebagai sumber utama dari sumber hukum Islam memuat banyak aturan dan ketentuan untuk membuat manusia dapat bermakna dan memberi makna dalam kehidupan ini. Di antara aturan dan lembaga yang diatur Alquran dan Hadits Nabi adalah lembaga pernikahan. Alquran memuat banyak ayat yang menceritakan dan mengatur tentang pernikahan. Selain Alquran, tidak sedikit pula hadits nabi yang berbicara dan membentangkan secara panjang lebar tentang lembaga pernikahan tersebut.
Kenapa Alquran dan hadits banyak bicara tentang nikah? Oleh karena pernikahan itu kebutuhan dasar manusia dalam menjalani kehidupan.
Sebagai Pencipta manusia, maka Allah Swt sangat mafhum akan kebutuhan ciptaan-Nya. Kebutuhan manusia seperti menyalurkan nafsu biologis tersalurkan melalui nikah. Kebutuhan manusia untuk memiliki keturunan yang mulia, terjadi setelah melalui lembaga pernikahan. Kebutuhan manusia untuk menambah pundi-pundi pahala amal dapat juga melalui pernikahan. Dan lain sebagainya.
Bahkan Islam memberi dua kenikmatan bagi orang melakukan hubungan seks jika ia sudah syah menikah menurut ajaran Islam. Pertama ia menikmati salah satu kenikmatan surga ketika sedang melakukan hubungan seksual. Kedua, iapun mendapat pahala dari Tuhan usai menikmati hubungan seksual jika ia melakukan hubungan tersebut atas dasar niat ibadah kepada Allah Swt dan menjalani sunnah nabi. Begitulah hebatnya syariat Islam. Bahkan bagi orang yang mampu berlaku adil, maka seorang lelaki boleh menikahi lebih dari dua orang perempuan (poligami). Tapi tidak sebaliknya perempuan. Lalu, kenapa perempuan tidak boleh berpoliandri? Salah satunya karena akan tidak jelas, anak yang akan lahir dari hubungan seorang perempuan dengan banyak laki-laki itu siapa bapaknya. Tapi tidak sebaliknya bagi lelaki yang beristri lebih dari satu orang, karena benih itu datang dari satu lelaki, maka anak yang lahir pastilah bapaknya satu. Jadi, ayahnya jelas.
Hari ini banyak orang melakukan hubungan seksual di luar nikah. Problema ini menunjukkan betapa mundurnya peradaban manusia. Keadaan seperti itu lazim terjadi di zaman purbakala dan zaman bakhola’.
Munculnya berbagai penyakit kelamin dan tak terkendalinya akhlak manusia dewasa ini akibat dari melecehkan lembaga pernikahan. Ketika manusia melakukan hubungan di luar nikah, maka ia tak ubahnya seperti hayawan. Padahal yang membedakan manusia dari hayawan salah satunya adalah proses pernikahan sesuai syariat.
Kebutuhan seks, antara manusia dan ayam, kerbau, kambing, harimau, gajah, kuda dan makhluk hewan lainnya hampir sama. Tapi binatang melakukan perkawinan tanpa panduan. Dan itu syah karena mereka tidak diberi kitab panduan dalam kehidupan. Dan tak akan diminta pertanggung jawaban. Tapi berbeda halnya dengan manusia, jika manusia menyalurkan nafsu seksualnya tanpa dipandu syariat dari Ilahi maka ia akan lebih daripada itu. Manusia yang tak peduli pada aturan Tuhan suatu saat akan menyesal karena di dunia ini hidup dalam kerisauan, keresahan dan diliputi berbagai bencana. Kelak di akhirat pun akan direndam dalam api yang menyala dahsyat. Dan itu abadi! Maka menikahlah sesuai dengan aturan Allah Swt.
(By Griven H. Putera)
Pernah dimuat di Koran Riau, Jumat 12 Agustus 2016
Salah satu fungsi keberadaan syariat agama adalah untuk melayani kebutuhan manusia. Ketika sebuah doktrin agama tak dapat melayani kebutuhan jasmani dan rohani manusia maka ragukanlah agama itu datang dari Sang Pencipta.
Bila diibaratkan sebuah produk sepeda motor, maka produsen sepeda motor tersebut menyertakan buku petunjuk pemakaian agar ia awet. Jika diumpamakan manusia, maka ketika manusia diciptakan maka ia dibekalkan Tuhan sebuah kitab petunjuk sebagai buku pedoman bagi manusia untuk menjalani kehidupannya agar ia awet dan dapat berguna serta bermakna sebagaimana mestinya. Buku petunjuk itu dapat berupa kitab suci sebagai landasan dari sebuah syariat agama.
Bagi Islam sendiri, kehadiran Islam yang memiliki buku petunjuk yaitu Alquran sebagai dasar utama dari syariat Islam, salah satunya berperan dan berfungsi untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupan. Kitab Alquran dan hadits Nabi Saw sebagai sumber utama dari sumber hukum Islam memuat banyak aturan dan ketentuan untuk membuat manusia dapat bermakna dan memberi makna dalam kehidupan ini. Di antara aturan dan lembaga yang diatur Alquran dan Hadits Nabi adalah lembaga pernikahan. Alquran memuat banyak ayat yang menceritakan dan mengatur tentang pernikahan. Selain Alquran, tidak sedikit pula hadits nabi yang berbicara dan membentangkan secara panjang lebar tentang lembaga pernikahan tersebut.
Kenapa Alquran dan hadits banyak bicara tentang nikah? Oleh karena pernikahan itu kebutuhan dasar manusia dalam menjalani kehidupan.
Sebagai Pencipta manusia, maka Allah Swt sangat mafhum akan kebutuhan ciptaan-Nya. Kebutuhan manusia seperti menyalurkan nafsu biologis tersalurkan melalui nikah. Kebutuhan manusia untuk memiliki keturunan yang mulia, terjadi setelah melalui lembaga pernikahan. Kebutuhan manusia untuk menambah pundi-pundi pahala amal dapat juga melalui pernikahan. Dan lain sebagainya.
Bahkan Islam memberi dua kenikmatan bagi orang melakukan hubungan seks jika ia sudah syah menikah menurut ajaran Islam. Pertama ia menikmati salah satu kenikmatan surga ketika sedang melakukan hubungan seksual. Kedua, iapun mendapat pahala dari Tuhan usai menikmati hubungan seksual jika ia melakukan hubungan tersebut atas dasar niat ibadah kepada Allah Swt dan menjalani sunnah nabi. Begitulah hebatnya syariat Islam. Bahkan bagi orang yang mampu berlaku adil, maka seorang lelaki boleh menikahi lebih dari dua orang perempuan (poligami). Tapi tidak sebaliknya perempuan. Lalu, kenapa perempuan tidak boleh berpoliandri? Salah satunya karena akan tidak jelas, anak yang akan lahir dari hubungan seorang perempuan dengan banyak laki-laki itu siapa bapaknya. Tapi tidak sebaliknya bagi lelaki yang beristri lebih dari satu orang, karena benih itu datang dari satu lelaki, maka anak yang lahir pastilah bapaknya satu. Jadi, ayahnya jelas.
Hari ini banyak orang melakukan hubungan seksual di luar nikah. Problema ini menunjukkan betapa mundurnya peradaban manusia. Keadaan seperti itu lazim terjadi di zaman purbakala dan zaman bakhola’.
Munculnya berbagai penyakit kelamin dan tak terkendalinya akhlak manusia dewasa ini akibat dari melecehkan lembaga pernikahan. Ketika manusia melakukan hubungan di luar nikah, maka ia tak ubahnya seperti hayawan. Padahal yang membedakan manusia dari hayawan salah satunya adalah proses pernikahan sesuai syariat.
Kebutuhan seks, antara manusia dan ayam, kerbau, kambing, harimau, gajah, kuda dan makhluk hewan lainnya hampir sama. Tapi binatang melakukan perkawinan tanpa panduan. Dan itu syah karena mereka tidak diberi kitab panduan dalam kehidupan. Dan tak akan diminta pertanggung jawaban. Tapi berbeda halnya dengan manusia, jika manusia menyalurkan nafsu seksualnya tanpa dipandu syariat dari Ilahi maka ia akan lebih daripada itu. Manusia yang tak peduli pada aturan Tuhan suatu saat akan menyesal karena di dunia ini hidup dalam kerisauan, keresahan dan diliputi berbagai bencana. Kelak di akhirat pun akan direndam dalam api yang menyala dahsyat. Dan itu abadi! Maka menikahlah sesuai dengan aturan Allah Swt.
(By Griven H. Putera)
Pernah dimuat di Koran Riau, Jumat 12 Agustus 2016
Langganan:
Postingan (Atom)