Griven H. Putera
Dan hendaklah semua orang takut kepada Allah, seandainya mereka meninggalkan generasi sesudahnya dalam keadaan lemah. Yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Maka bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar [QS: An Nisa’: 9]
Ayat ini sepertinya ditujukan untuk umum, untuk semua orang,
apakah ia muslim atau bukan. Semua umat manusia punya kewajiban sama. Mereka
harus memikirkan keadaan atau nasib anak-cucunya di belakang hari nanti. Jangan
sampai mereka meninggalkan generasi yang bakal dilindas zaman. Mafhum
mukhalafah (pemahaman terbalik) ayat di atas adalah, supaya mereka
harus menyiapkan generasi bintang, generasi yang kuat-kawi sepeninggalnya
nanti. Bukan generasi yang menderita di dunia dan celaka di akhirat.
Menurut ulama, secara sederhana, kata dhi’afa (lemah) pada ayat di atas adalah: Pertama, dhi’f
al-jasadi (lemah fisik); kedua, dhi’f al-‘ilmi (lemah
pengetahuan); ketiga, dhi’f al-iqtishadi (lemah ekonomi); keempat, dhi’f
al-imani (lemah iman).
Lemah Fisik (dhi’f al-jasadi)
Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada
mukmin yang lemah. Namun keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas
hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolongl;ah pada Allah, jangan engkau
lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan
‘seandainya’ aku lakukan demikian dan demikian, akan tetapi hendaklah engkau
katakan, “Ini adalah takir Allah”. Setiap apa yang dikehendaki-Nya pasti
terjadi, karena perkataan ‘seandainya’ dapat membuka pintu Setan.[HR. Muslim]
Di tengah beratnya persaingan hidup dewasa ini, kekuatan dan
kesempurnaan jasmani manusia menjadi salah-satu hal pokok yang mesti
diperhatikan. Manusia yang lemah fisik, sepertinya akan tergilas kerasnya cobaan kehidupan. Manusia
yang fisiknya tidak kuat dan kurang sehat selalu menjadi objek. Untuk itu, bagi
semua orang atau suatu bangsa, pembentukan fisik generasi pengganti mereka
menjadi hal urgen yang mesti dipikirkan demi terciptanya generasi unggul atau
generasi cemerlang di masa depan. Oleh karena itu, generasi baru tersebut
mestilah diberi asupan gizi yang memadai, berolahraga dengan teratur serta
menjaga kebugaran jasmani sepanjang waktu. Dan tampaknya, hampir banyak orang
dan semua bangsa di dunia memahami ini. Sebagai salah-satu contoh, kata gizi
buruk menjadi monster yang amat menakutkan di mana-mana. Mulai orang tua di
rumah tangga hingga kepala Negara di istana pun dibuat pusing tujuh keliling
oleh masalah ini. Sehingga biaya untuk kesehatan menjadi membengkak setiap
tahunnya. Walaupun begitu, kenyataannya, kondisi gizi buruk bagi anak-anak
bangsa selalu menghiasi laman muka media massa di mana-mana.
Lemah Ilmu Pengetahuan (Dhi’f al-‘Ilmi)
Siapa yang ingin meraih dunia kuasailah dengan
ilmu pengetahuan. Siapa yang ingin meraih akhirat kuasailah dengan ilmu
pengetahuan. Siapa yang ingin meraih kedua-duanya kuasai juga dengan ilmu
pengetahuan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi raja bagi tumbuhnya
peradaban cemerlang hari ini. Dan itu pun telah pula tertayang terang benderang
dalam lintas peradaban umat manusia sepanjang masa. Kelihatannya, siapa yang
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi maka ia akan menggenggam dunia. Yang gagap ilmu pengetahuan dan
teknologi akan terlindas perkembangan dan kemajuan zaman yang semakin tak
menentu. Setiap orang atau setiap bangsa yang lalai mengikuti lajunya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi objek dan santapan
dari kemajuan zaman. Sementara pemegang ilmu pengetahuan dan teknologi akan
menjadi subjek pengendali sesuka hati.
Pun, setelah fase di dunia ini berakhir, manusia yang menguasai
ilmu pengetahuan akan mendapat tempat yang tinggi di hadapan Tuhan selama
pemegangnya tak lupa kepada Tuhan, Sang Pemilik Pengetahuan itu sendiri.
Kenyataan ini menghendaki adanya penghilangan dikotomi ilmu dalam kehidupan.
Setiap generasi harus menguasai ilmu duniawi dan ukhrawi secara sepadan dan
seimbang.
…..Allah akan angkat derajat orang beriman dan
berilmu pengetahuan di antara kamu beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan. [QS: Al Mujadalah: 11]
Lemah Ekonomi (Dhi’f al- Iktishadi)
Hampir saja kefakiran itu membuat orang
menjadi kafir.
[HR. Thabrani]
Wabah kemiskinan yang menjalar di mana-mana merupakan ancaman
serius bagi cita-cita berdirinya peradaban umat manusia yang gilang-gemilang di
masa depan. Tak akan muncul umat terdepan yang sesungguhnya kalau persoalan
ekonomi umat tidak menjadi perhatian serius. Tanpa ekonomi yang mapan bagaimana
mungkin umat bisa nyaman beribadah dan membangun bumi ini dengan baik?
Ada lima bahaya dan ancaman serius akibat lemah ekonomi menurut
Yusuf Qardhawi:
Pertama, kemiskinan membahayakan akidah. Kedua,
kemiskinan membahayakan akhlak dan moral. Ketiga, kemiskinan
mengancam kestabilan pemikiran. Keempat, kemiskinan membahayakan
keluarga. Kelima, kemiskinan mengancam kestabilan masyarakat.
Lemah Iman (Dhi’f al-Imani)
…Sesungguhnya bumi ini diwariskan kepada
hamba-hamba-Ku yang shaleh. Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat)
ini benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah (Allah). [QS. An Nur: 55]
Ancaman yang paling membahayakan adalah lemah iman bagi generasi
bangsa. Sekuat dan sekokoh apapun pondasi ilmu pengetahuan-teknologi, ekonomi
dan fisik anak bangsa tanpa disertai dan didukung kekuatan iman dan akhlak yang
mantap, maka generasi itu akan menjadi rapuh dan peradaban pun niscaya runtuh
dalam sesaat. Banyak contoh telah terhidang di depan mata, bagaimana gemilang
dan cemerlangnya peradaban bangsa-bangsa besar di dunia sepanjang sejarah telah
hancur dalam sekejap mata lantaran mereka mengenyampingkan persoalan iman dan
akhlak.
Sesungguhnya kejayaan suatu bangsa tergantung
akhlaknya. Manakala akhlak mereka rusak, maka hancurlah bangsa itu. (Imam Syauki
Rahimahullah).
Untuk itu, di samping menyiapkan generasi yang kuat fisik,
canggih ilmu pengetahuan dan maju ekonomi demi terciptanya umat yang
berperadaban menjulang di masa depan, mempersiapkan generasi yang kuat
iman-akhlaknya menjadi hal yang lebih penting daripada semua itu. Apalagi,
kegemilangan dan kecemerlangan yang sesungguhnya, bukan saja maujud ketika bumi
ini masih terbentang atau ketika napas kehidupan masih berdenyut di dada, tapi
juga setelah nyawa meninggalkan raga. Kegemilangan peradaban sesungguhnya adalah
ketika manusia mampu meraih kebahagiaan di dunia dan mendapat kasih-sayang
Tuhan kelak di alam baka.
(Tulisan ini pernah dimuat di lamanriau.com pada 29/01/2021)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar