Dongeng;
media pengajaran paling mangkus dalam sejarah panjang kemanusiaan. Tak satupun peradaban
besar di dunia yang tak mengenal dongeng. Hampir semua puak, suku dan bangsa
memiliki pendongeng yang mampu mengisahkan cerita-cerita dengan memikat,
donegeng itu bisa berbentuk sejarah masa lampau yang pernah ada atau hanya
sebagai media pembelajaran yang merupakan rekaan sang pencerita sahaja.
Dongeng
selalu menjadi pemantik kesadaran sebuah puak, suku dan bangsa demi kemajuan
perkembangan intelektual kaumnya di tengah pertelagahan kebudayaan dunia. Tapi
sayang, tak semua orang pandai dan piawai mendongeng dengan baik. Sehingga
dongeng seolah milik para pujangga, bual para pengarang dan keletah para
pengotah di kedai kopi semata.
Dongeng di
Riau sama tuanya dengan keberadaan semua puak yang ada di negeri ini. Dongeng
di negeri ini bisa bernama kayat, koba, nyanyi panjang atau cerita rakyat.
Semua dongeng itu bersifat menghibur tapi lebih utama untuk menanamkan
pendidikan akal-budi sambil bercerita.
Dengan
mendongeng, tanpa sadar si pendengar diajak untuk berimajinasi, diangkut untuk
bersemangat menghadapi gelombang hidup yang tak tentu entah bila ‘kan datang
ombak dan entah bila kan tiba onak duri dan gelombang ujian. Dengan dongeng,
nilai adat budaya diterangkan dengan pesona. Dengan mendongeng, dengan
bercerita yang memikat nilai agama ditanamkan di sanubari anak didik harapan
bangsa.
Dalam
mendongeng apa yang tidak ada? Kemampuan berteater diuji, kepiawaian bersastra
dicoba, ketangkasan bersulap dipertontonkan, kejumawaan beretorika ditunjukkan,
kebernasan ilmu dan wawasan direfleksikan.
Era kini,hemat
saya mendongeng masih merupakan salah-satu cara mengajar yang efektif. Saat ini,
teori kesantunan, kebajikan, dan kepahlawanan tak bisa hanya diceramahkan dan
dituturkan di ruang kelas, definisi dan segala ihwal kebaikan serta kejahatan
tak cukup dikhutbahkan di rumah ibadah. Ia perlu disampaikan dengan retorika,
dengan cara dan gaya yang memikat dan menarik sehingga disukai dan disenangi
peserta didik, dan nilai kebajikan itu menjadi sesuatu yang diperlukan batin
mereka karena fitrah manusia sesungguhnya adalah suci, baik dan menyukai
keindahan.
Sesuatu yang
bajik jika tidak disampaikan dengan indah dan menarik akan lambat dan kesat
direspon publik. Untuk itu, lakukan sesuatu dengan indah dan logik agar
mendapat respek serta menuai efek yang positif.
Langkah
Balai Bahasa Provinsi Riau mengadakan lomba mendongeng antar guru TK dan PAUD
se Provinsi Riau baru-baru ini patut mendapat apresiasi positif. Ini bermula
tentu saja karena kesadaran lembaga ini akan pentingnya dongeng dalam membangun
peradaban. Tapi sayang, langkah maju lembaga ini belum diikuti oleh lembaga TK
dan PAUD di Riau. Ini terbukti dari sekian ribu lembaga itu, hanya sekitar 18
orang saja yang ikut berlomba. Tapi sebagai pemecah tanah atau langkah awal,
hal ini cukup menggembirakan.
Para guru
pendongeng yang menunjukkan kebolehannya di panggung ini amat menggembirakan. Riau,
Sebagai negeri pujangga, saya melihat fenomena ini kita patut berbangga karena
para cikgu yang terdiri dari kaum perempuan ini telah mampu melestarikan seni-budaya
mereka dengan baik dan unik. Sehingga phawa panas di siang nan terik tak terasa
oleh penonton akibat mantra mereka begitu magis di atas pentas.
Para cikgu
ini tampil begitu bermakna karena cerita yang dikisahkan hampir semuanya
merupakan dongeng-dongeng yang bernas yang lahir dari rahim negeri ini. Sebut
saja ada Batang Tuaka, Dedap Durhaka, Bujang Buta dan lain sebagainya.
Agaknya
pelatihan mendongeng bagi siswa dan guru ini perlu dilaksanakan di Riau,
terutama ditaja Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta Bidang
Pendidikan Madrasah di Kementerian Agama agar cara mengajar dan mendidik anak
bangsa ini lebih variatif dan menampakkan hasil maksimal bagi peserta didik di
masa yang akan datang.
Untuk itu,
beberapa instansi yang diterakan di atas supaya serius memikirkan hal ini. Setelah
siswa dan guru dilatih mendongeng, mereka pun disediakan ajang uji trampil
melalui festival, apakah triwulan atau tahunan.
Sudah tiba
masanya semua elemen bangsa memikirkan generasi yang tidak menjadi ‘robocop’
tapi manusia menyadari hakikat diri yang padanya terhimpun fungsi khalifah yang
merupakan wakil Tuhan di muka bumi yang pada diri-Nya bukan saja terhimpun sifat
Jalaliyah tapi juga Jamaliyah. Wallahu a’lam.
Mari rayakan
Gerakan Riau Mendongeng!
By Griven H. Putera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar