Senin, 20 Oktober 2014

Gerakan Dongeng Riau

Dongeng; media pengajaran paling mangkus dalam sejarah panjang kemanusiaan. Tak satupun peradaban besar di dunia yang tak mengenal dongeng. Hampir semua puak, suku dan bangsa memiliki pendongeng yang mampu mengisahkan cerita-cerita dengan memikat, donegeng itu bisa berbentuk sejarah masa lampau yang pernah ada atau hanya sebagai media pembelajaran  yang merupakan rekaan sang pencerita sahaja.

Dongeng selalu menjadi pemantik kesadaran sebuah puak, suku dan bangsa demi kemajuan perkembangan intelektual kaumnya di tengah pertelagahan kebudayaan dunia. Tapi sayang, tak semua orang pandai dan piawai mendongeng dengan baik. Sehingga dongeng seolah milik para pujangga, bual para pengarang dan keletah para pengotah di kedai kopi semata.

Dongeng di Riau sama tuanya dengan keberadaan semua puak yang ada di negeri ini. Dongeng di negeri ini bisa bernama kayat, koba, nyanyi panjang atau cerita rakyat. Semua dongeng itu bersifat menghibur tapi lebih utama untuk menanamkan pendidikan akal-budi sambil bercerita.

Dengan mendongeng, tanpa sadar si pendengar diajak untuk berimajinasi, diangkut untuk bersemangat menghadapi gelombang hidup yang tak tentu entah bila ‘kan datang ombak dan entah bila kan tiba onak duri dan gelombang ujian. Dengan dongeng, nilai adat budaya diterangkan dengan pesona. Dengan mendongeng, dengan bercerita yang memikat nilai agama ditanamkan di sanubari anak didik harapan bangsa.

Dalam mendongeng apa yang tidak ada? Kemampuan berteater diuji, kepiawaian bersastra dicoba, ketangkasan bersulap dipertontonkan, kejumawaan beretorika ditunjukkan, kebernasan ilmu dan wawasan direfleksikan.

Era kini,hemat saya mendongeng masih merupakan salah-satu cara mengajar yang efektif. Saat ini, teori kesantunan, kebajikan, dan kepahlawanan tak bisa hanya diceramahkan dan dituturkan di ruang kelas, definisi dan segala ihwal kebaikan serta kejahatan tak cukup dikhutbahkan di rumah ibadah. Ia perlu disampaikan dengan retorika, dengan cara dan gaya yang memikat dan menarik sehingga disukai dan disenangi peserta didik, dan nilai kebajikan itu menjadi sesuatu yang diperlukan batin mereka karena fitrah manusia sesungguhnya adalah suci, baik dan menyukai keindahan.
Sesuatu yang bajik jika tidak disampaikan dengan indah dan menarik akan lambat dan kesat direspon publik. Untuk itu, lakukan sesuatu dengan indah dan logik agar mendapat respek serta menuai efek yang positif.

Langkah Balai Bahasa Provinsi Riau mengadakan lomba mendongeng antar guru TK dan PAUD se Provinsi Riau baru-baru ini patut mendapat apresiasi positif. Ini bermula tentu saja karena kesadaran lembaga ini akan pentingnya dongeng dalam membangun peradaban. Tapi sayang, langkah maju lembaga ini belum diikuti oleh lembaga TK dan PAUD di Riau. Ini terbukti dari sekian ribu lembaga itu, hanya sekitar 18 orang saja yang ikut berlomba. Tapi sebagai pemecah tanah atau langkah awal, hal ini cukup menggembirakan.

Para guru pendongeng yang menunjukkan kebolehannya di panggung ini amat menggembirakan. Riau, Sebagai negeri pujangga, saya melihat fenomena ini kita patut berbangga karena para cikgu yang terdiri dari kaum perempuan ini telah mampu melestarikan seni-budaya mereka dengan baik dan unik. Sehingga phawa panas di siang nan terik tak terasa oleh penonton akibat mantra mereka begitu magis di atas pentas.

Para cikgu ini tampil begitu bermakna karena cerita yang dikisahkan hampir semuanya merupakan dongeng-dongeng yang bernas yang lahir dari rahim negeri ini. Sebut saja ada Batang Tuaka, Dedap Durhaka, Bujang Buta dan lain sebagainya.

Agaknya pelatihan mendongeng bagi siswa dan guru ini perlu dilaksanakan di Riau, terutama ditaja Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta Bidang Pendidikan Madrasah di Kementerian Agama agar cara mengajar dan mendidik anak bangsa ini lebih variatif dan menampakkan hasil maksimal bagi peserta didik di masa yang akan datang.

Untuk itu, beberapa instansi yang diterakan di atas supaya serius memikirkan hal ini. Setelah siswa dan guru dilatih mendongeng, mereka pun disediakan ajang uji trampil melalui festival, apakah triwulan atau tahunan.

Sudah tiba masanya semua elemen bangsa memikirkan generasi yang tidak menjadi ‘robocop’ tapi manusia menyadari hakikat diri yang padanya terhimpun fungsi khalifah yang merupakan wakil Tuhan di muka bumi yang pada diri-Nya bukan saja terhimpun sifat Jalaliyah tapi juga Jamaliyah. Wallahu a’lam.
Mari rayakan Gerakan Riau Mendongeng!   

By Griven H. Putera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar