Senin, 20 Oktober 2014

Wangi Alquran

Alquran huwa kalam Allah almu’jiz al-munazzal ‘ala qalbi muhammadin SAW al-manqul bi al-tawattiri al-muta’abbad bitilawatih.
 “Alquran adalah ucapan-ucapan Allah yang merupakan mu’jizat, diturunkan ke dalam hati nabi Muhammad Saw. disampaikan secara mutawatir (valid), membacanya sebagai ibadah. “ (Ini definisi Alquran menurut Subhi As Sholih, pakar Ulumul Quran).

Bulan Ramadan, di samping disebut bulan puasa, bulan ini juga merupakan bulan Alquran karena kitab suci umat Islam diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. melalui Jibril AS pada bulan ini. Akibat itu, maka umat Islam merayakan dan menakzimkan Alquran pada bulan ini. Mulai subuh hingga subuh lagi Alquran dibaca, ditelaah, dikaji dan dibahas panjang lebar baik di surau, mesjid, radio, televisi, koran, majalah sampai dunia maya. Dan Alquran tidak saja dibicarakan ulama tapi oleh semua pihak. Dunia muslim mengharu biru selama Ramadan oleh Alquran. Tapi timbul pertanyaan, apakah Alquran hanya setakat diceramahakan, dibahas, ditafsirkan, dibahas, dipuisikan dan lain-lain tanpa diamalkan hingga tercermin bahwa muslim merupakan pembawa bendera rahmatan lil ‘alamien?

Secara sederhana, ada beberapa kata kunci dalam definisi yang dibuat Subhi As-Sholih di atas yang perlu didedahkan di sini:
Pertama, Alquran merupakan kalam atau ucapan; perkataan; ungkapan Allah Swt. Jadi, kalau ingin bicara atau ingin berkomunikasi dengan Allah Swt, maka bacalah Alquran. Soal sejauh mana intensnya komunikasi tergantung pada sejauh mana riyadhah atau latihan olah batin sang manusia tersebut.

Kedua, Alquran merupakan mukjizat sepanjang masa. Jadi, walaupun Nabi Muhammad Saw sudah pergi tapi mukjizatnya masih tertinggal di tengah umat manusia hingga kini. Tapi tentu saja, tidak semua orang paham dan mampu menjadikan Alquran tersebut sebagai “mukjizat”. Bagi yang mau mengikuti perintah Allah Swt dan Rasulullah Saw, insya Allah ‘mukjizat’ itu masih ada. Bisa berupa karomah dan ma’unah. Tapi bentuknya berubah, kalau dulu bisa berbentuk hal-hal mistik, kini dapat berupa menguasai kemajuan bidang teknologi sekarang ini.

Ketiga, Alquran itu diturunkan Allah swt. kepada qalb atau hati nabi Muhammad Saw. melalui Jibril AS. Jadi, Alquran akan mempengaruhi manusia yang memelihara hatinya. Jika hatinya dipenuhi debu kekotoran maka Alquran tak akan memberi bekas padanya walaupun mungkin ia hafal kitab suci tersebut. Jadi, kunci mendapatkan berkah Alquran adalah dengan penataan hati yang maksimal. Buang sifat mazmumah yang beristana di hati. Sifat tersebut seperti,  hasad, dengki, khiyanat, dendam dan sejumlah penyakit batin lainnya. Jadi, inti dari kata la yamassuhu illa al-muthahharun adalah penyujian hati. Orang yang belum suci hatinya jangan sentuh Alquran. Walaupun menurut ulama fikih, yang tak boleh menyentuh Alquran tersebut adalah orang sedang berhadats dan bernajis. Tapi bagi sebagian kaum sufi, suci itu bukan saja suci zahir tapi suci batin. Sampai-sampai, mereka pun akan memelihara kesucian itu sebelum mendirikan salat dan berbagai ibadah yang lain. Karena Allah Swt. itu adalah zat yang Maha Suci, maka berkomunikasi dengan Yang Maha Suci itu dengan mensucikan diri terlebih dahulu. Suci lahir, suci batin.

Keempat, Alquran diturunkan secara mutawatir atau valid. Ia datang bukan serupa dongeng atau kisah-kisah legenda direkayasa sedemikian rupa oleh sang pengarang. Proses turun-Nya Alquran kepada Rasulullah Saw. sangat jelas, yaitu melalui perantaraan Jibril AS. La raiba fiihi li al-muttaqin. (Tak ada keraguan sedikit pun dalam hati orang-orang yang bertakwa). Jadi, hanya orang-orang yang haq al yakin dengan validitas Alquran saja yang akan mendapat lautan indahnya makrifat Alquran tersebut. Kalau ada keraguan tentang Alquran setitik saja dalam hati, baik dari proses turun, apalagi isinya, maka Alquran akan membisu. Ia akan menjadi buku bukan apa-apa bagi orang percaya separuh hati. La raiba fiihi li al-muttaqin. Yakinilah dengan sehak-haknya bahwa Alquran itu kitab maha sempurna.

Kelima, membaca Alquran terssebut merupakan wujud penyembahan kepada Allah Swt. jadi, salah-satu bukti menjadi abid sejati adalah dengan selalu membaca Alquran, baik si pembaca mengerti makna atau tidak. Tapi tentu saja lebih baik, yang dibaca itu dimengerti dan dipahami sehingga hati benar-benar merasa betapa takjubnya Alquran tersebut. Maka, tingkat wawasan, pengalaman dan pergulatan batin yang intens terhadap Alquran akan menentukan seberapa besar khasiat Alquran bagi pembacanya.        

Bicara Alquran sesungguhnya bukan hanya berkutat pada persoalan membaca, mengkaji, menelaah, menghafal, menafsirkannya, dan memahami makna batin dari kitab mulia ini tapi yang lebih penting adalah mengamalkan nilai agung kitab tersebut dalam kehidupan. Menjadikan nilai Alquran tersebut sebagai matahari di kala siang, dan menjadikannya sebagai bulan ketika malam gelap gulita. Sehingga pewaris kitab samawi terakhir tersebut benar-benar menjadi umat pembawa obor kedamaian bagi alam semesta. Umat yang menebarkan aroma wangi kalam Tuhan.

Mari amalkan nilai luhur Alquran dalam kehidupan ini sehingga umat Islam benar-benar menjadi penyambung estafet Nabi Muhammad Saw. yang telah menebarkan bau wangi Islam di jagat raya. Bukan bau kekerasan dan kaku yang membuat Islam tidak menjadi agama taman indah Ilahi yang dirindukan umat manusia tanpa sekat suku bangsa, kepercayaan dan warna kulit.
 (Pernah dipublikasikan di Majalah Dinamis edisi 103)

By Griven H. Putera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar