Senin, 20 Oktober 2014

Mezguita Langgam

Dari pantauan di seberang kampung, mesjid Melayu yang dibangun di awal abad ke-19 ini sangat unik dan mencengangkan karena berdiri pas di bibir tebing yang berair deras. Tempat tegak mesjid yang dikenal dengan nama Pematang Terhentak ke Tebing ini menjadi tumpuan air yang mengalir laju dari hulu. Pemandangan ini memberi kesan elok dan eksotis, bahwa mesjid Nurul Islam ini seolah berhalaman air, dan menaranya yang kuning keemasan, tinggi mencacak tajam seolah hendak menyundak langit.

Memang, Mesjid Nurul Islam Langgam merupakan mesjid unik. Salah-satu keunikan mesjid ini karena, pertama terletak pas di bibir tebing. Secara logika, mesjid ini sudah lama terjun ke dalam air karena tanah di kiri-kanannya sudah runtuh. Akan tetapi karena kuasa Allah Swt. bangunan yang sudah berdiri kira-kira sejak tahun 1910 ini masih tegak berdegam bahkan bisa dibilang megah sampai hari ini.

Menurut Haji Abu Bakar yang didampingi Ust. Fadli Rahman, mesjid ini merupakan mesjid tertua di Kelurahan Langgam. Kenapa bangunan mesjid ini tetap bertahan sampai kini di tepi bantaran sungai karena letaknya sangat strategis, yaitu berada di tengah kampung Langgam dan tak jauh pula dari pasar Langgam dahulunya.

Menurut Haji Bakar lagi, semasa Kecamatan Langgam masuk dalam wilayah Kabupaten Kampar, pihak Pemerintah Kabupaten Kampar pernah merasa enggan memberi bantuan kepada mesjid ini karena dinilai mubazir. “Dahulu Pemerintah Kabupaten (Kampar), kalau tak salah semasa dipimpin Subrantas masih berpikir-pikir untuk mengulurkan bantuan kepada mesjid ini karena dinilai mubazir, sebab tanah ini bakal runtuh. Tapi alhamdulillah sampai kini masih ada,” kata pensiunan pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Langgam ini tersenyum.

Pada awal dibangun, konon luas mesjid ini hanya 8X9 meter persegi. Bertiang dan terbuat dari kayu. Kira pada tahun 1920-an, luas mesjid menjadi 13 X 13 meter persegi.  Pada tahun 1974, setelah dirasa tak muat lagi karena bertambahnya jumlah jemaah, maka dilakukan pemugaran besar-besaran dan dibangun beton. Luasnya pun menjadi 25 X 30 meter persegi.

Konon, pada tahun 1974 tersebut, terjadi beberapa hal yang cukup mencengangkan. Ketika keinginan pemugaran dilaksanakan, air tiba-tiba surut. Di seberang mesjid ini tiba-tiba timbul pula batu kerikil. Masyarakat Langgam pun mulai bergotong-royong mengambil batu tersebut. Setelah mesjid selesai direnovasi, batu yang dahulunya terdapat di seberang mesjid itu pun hilang sempena naiknya air. Sepertinya batu tersebut sengaja didatangkan Allah Swt. buat mesjid ini, “ kata Haji Bakar yang juga diaminkan Drs. H. Zulkifli, Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Pelalawan. Selain itu, di hulu mesjid ini yang dahulunya teluk berair dalam yang dikenal Bernama Teluk Ongeh Biso, tiba-tiba didatangi lumpur yang seolah menjadi pulau. Sepertinya, pulau lumpur yang baru muncul tersebut menjadi pagar bagi tebing mesjid ini.

Pada tahun 2010, Mesjid Nurul Islam mengalami pemugaran kembali. Mesjid ini semakin dibangun megah dan gagah. Satu menara kuning tajam seperti hendak mengugah awan, dua kubah kuning tampak bagai tempurung emas yang sedang telungkup menambah indahnya pesona Langgam. Temboknya dicat warna putih yang difigura dengan warna hitam tetap memberi kesan gagah tapi sederhana.

Bila dilihat dari jembatan yang melintang di hilir Langgam, kehadiran mesjid yang berukuran 25 X 30 meter persegi ini sungguh menambah cantik dan moleknya negeri yang dikenal Onah Tanjung Bungo ini. Selain menjadi anasir memperindah alam Langgam nan permai, mesjid ini juga sepertinya menjadi gerbang pertemuan dua sungai, yaitu Kampar Kiri dan Kampar Kanan.

Dari Pekanbaru menuju lokasi mesjid ini bisa dicapai dengan kendaraan yang menghabiskan waktu kira 2 (dua) jam. Sedangkan dari Pangkalan Kerinci hanya kira-kira 20 (dua puluh) menit saja.
Jika ada azam, karena unik dan letaknya yang strategis serta mudah dijangkau, mesjid ini sanggam juga dijadikan salah-satu objek wisata religi di kabupaten Pelalawan. Selain itu juga, mesjid ini sepertinya menjadi satu tanda nyata dari kekuasaan

(Pernah dimuat di Koran Riau pada Tahun 2014)

Oleh Griven H. Putera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar