Senin, 20 Oktober 2014

Ramadan nan Damai

Sejumlah 30 orang pakar muslim di Indonesia menulis dalam buku. Kebali ke Jati Diri. Sebut saja KH Aqil Siradj, Dawam Rahardjo, Jalaluddin Rakhmat, Siti Musdah Mulia, Azyumardi Azra dan banyak lagi. Mereka ini merupakan anak-anak kampung yang kini tinggal di ibu kota, dan (mungkin) sekarang bisa pula disebut sebagai cendekiawan terkemuka Indonesia.

Buku ini intinya mengulas tentang kerinduan mereka kepada suasana dan tradisi berpuasa Ramadan; bertarawih, memperingati nuzulul Quran, beridulfitri dan beberapa tradisi yang berlaku sebelum dan sesudah Ramadan di kampung halaman mereka masing-masing. Walaupun intinya merupakan deskripsi tentang pengalaman indah dan uniknya berpuasa di tanah kelahiran, akan tetapi, sambil lalu mereka juga terkadang memercikkan ide-ide, mengkritisi dan memuji suatu tradisi yang bersangkut-kait dengan memuliakan Ramadan serta menghubungkannya dengan kehidupan beragama yang dipandang kaku dan jumud. Siti Musdah Mulia misalnya menulis; …umumnya semua ibadah yang kami lakukan itu hanya membangun ketaatan individual, tidak banyak memberi efek pada pembentukan kesalehan sosial. Akibatnya, tujuan akhir agama, yakni memanusiakan manusia tidak banyak terwujud. Mengapa ini ini terjadi? Menurut hemat saya, karena umat Islam lebih banyak diajarkan tentang ibadah mahdhah (ritual bersifat formal), berupa salat, puasa, zakat dan haji. Itu pun sekedar aspek ritual yang mengedepankan unsur legal dan formalnya.

Kiai Aqil Siradj menulis pula; “Siapakah yang baik perkataannya daripada orang-orang yang berseru kepada Allah dan yang beramal saleh, lalu berujar, ‘saya ini termasuk muslim,” [QS 37: 33]. Ayat tersebut menunjukkan formalitas Islam hanyalah syiar-syiar keagamaan yang kualifikasinya berada di pengujung ayat. Sementara itu, yang diprioritaskan adalah berseru kepada Allah dan beramal saleh. Seruan Allah tersebut sangat beralasan. Jika formalitas Islam ditingkatkan pada prioritas pertama, hal ini tentu sangat berbahaya. Dari sinilah orang-orang munafik (hipokrit) atau penghianat agama biasanya muncul. Sikap hipokrit seringkali lahir dari sikap mendahulukan unsur legal formal agama daripada kualifikasi amal saleh dan akhlak mulia.    

Jalaluddin Rakhmat dalam tulisan berjudul “Puasa dalam Proses Penyempurnaan Diri” pun menyebutkan;… bagi saya, menjaga silaturrahim itu jauh lebih penting daripada mempertahankan paham fiqh saya yang sanga subjektif……..dalam konteks keislaman saya sekarang ini, Islam Madani, maka mempersoalkan tradisi Ramadan menurut saya sudah tidak relevan lagi. Apa pun tradisinya, bagi saya tidak menjadi masalah, yang penting dapat menumbuhkan spirit-spirit kemanusiaan dan kedamaian sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah Saw. melalui Alquran dan Sunnahnya.

Sedang Sinta Nuriyah Wahid menulis;.. maksud dari ‘la’allakum tattaqun’ dalam Surat Al-baqarah183 sehubungan dengan kewajiban puasa adalah menjaga moralitas dan etika  serta hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia. Dalam bingkai moralitas ini, terkandung nilai-nilai kesabaran , kejujuran, keterbukaan, keadilan, kesetaraan, kebersamaan, kasih-sayang, toleransi dan nilai-nilai luhur lainnya.   

Dari beramadan di kampung halaman, mereka tampaknya membawa isu bersama, yaitu Islam damai. Islam yang mengutamakan amal saleh dalam kehidupan ketimbang Islam pada tataran legalitas formal.

Membaca buku ini jelas sekali tampak, bahwa di tangan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai ragam budaya suku bangsa, pelaksanaan ibadah Ramadan sungguh indah dan mempesona. Untuk ini, Moch. Nur Ichwan, PhD benar dalam tanggapannya di kulit belakang buku ini, bahwa “Tradisi seputar Ramadan dan mudik  lebaran yang tak hilang digempur ortodoksi dan modrernisasi, sebagaimana terefleksikan dalam buku ini, menunjukkan bahwa ekspresi teologis dan kultural Islam di negeri ini adalah indah seperti bunga-bunga di taman: harum dan warna-warni—bukan apak dan hitam putih. Semoga juga menginspirasi dunia sosial dan politik kita.” 

(Pernah dimuat di Koran Riau 2014)

Oleh Griven H. Putera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar