Senin, 20 Oktober 2014

Menanti Pendekar Asap

Haku tak takut pado hantu, pado himau. Tapi pado lintah, aku kerek.
Demikian salah-satu pernyataan seorang pendekar di kampung saya dulu. Ungkapannya itu keluar setelah seekor lintah berhasil menyelinap ke dalam perutnya, entah melalui anus atau tabung airnya. 
Namanya Paruk (bukan nama sebenarnya). Semasa muda ia memang terkenal memiliki darah berani super. Kala seekor harimau Sumatera mengamuk dan terperangkap di kampung kami, hanya ia seorang yang mampu bersilat dengan harimau, lalu menikamnya. Di ujung keris pendeknya, sang penguasa rimba itu takluk. Maaf, seorang aparat keamanan negara dari kecamatan, jangankan menikamnya, mengangkat bedil pun tak telap kala itu.

Tapi, siapa yang bisa mengalahkan waktu? Kala usia tua, dan seekor lintah menyusup ke dalam tubuhnya, lelaki itu tak berdaya dan mengaku kerek alias salut. Ia harus minum air tembakau hingga hampir mabuk agar sang lintah keluar dalam keadaan bungkang tanah.
Kini Riau tak kerek pada lintah tapi kerek atau salut pada asap. Asap tak bisa dihentikan pendekar apapun dan dari instansi manapun di negeri ini. Saban musim kemarau, asap melebihi lintah mengganggu semua orang, ksatria yang ditunggu pun tak kunjung datang. Asap seolah hanya diserahkan kepada Tuhan. Bahkan Tuhan pun dianggap pemegang korek api atas banyak kejadian kebakaran di Riau. dan kelihatannya, kini Tuhan pun akan disuruh membawa ember dan menumpahkannya di tempat api yang bergejolak. Hmm, nasib, nasib. Sungguh malang nian nasibmu Riau.

Bulan puasa sebagai bulan latihan fisik dan rohani tahun ini menjadi lebih berat, karena di samping diuji dengan kelaparan dan berbagai tes batin dari Allah Swt, umat muslim di Riau juga diuji dengan sumpalan asap yang tak sudah-sudah.

Pengeluaran umat bakal bertambah setelah persiapan idul fitri dan bagi-bagi angpau di hari raya, karena persiapan biaya pengobatan akibat asap bakal semakin tinggi. Tahun ini, mungkin angpau atau berbagi saat idul fitri akan terancam hangus karena uang tersebut bakal dipakai untuk safety kesehatan. Beberapa hari ini sudah banyak masyarakat Riau yang tersampuk radang tenggorokan, batuk, demam dan berbagai penyakit pernafasan lainnya.

Melihat kondisi seperti ini, agaknya wajar masyarakat Riau berharap dan meminta Gubernur dan wakil Gubernur Riau H Annas Maamun dan H Andi Rachman menangani asap ini lebih dini, lebih gesa dan lebih terstruktur serta sistematis. Masyarakat berharap jangan sampai Presiden RI datang lagi ke Riau sebagai pendekar asap. Cukup presiden di Jakarta melihat pembantunya menyelesaikan asap di Riau ini, karena kini sistem pemerintahan Indonesia bukan lagi bersifat sentralistik tapi desentralistik. Cukuplah sekali kemarin saja Riau menjadi kawasan darurat asap.

Semoga Gubernur Annas menjadi pendekar asap yang kedatangannya amat dinanti masyarakat Riau. Ketegasan Annas untuk menindak dan menghukum berat siapa saja yang membakar lahan dan hutan, serta mempertontonkan para penjahat asap di depan masyarakat Riau merupakan kerja Annas dan kabinetnya yang patut ditunggu. Sebab selama ini, berita di media tentang berapa orang yang ditangkap seolah hanya menjadi kilas info yang kabarnya lesap bersama raibnya asap. Masyarakat meminta dan berharap, kalau perlu para penjahat asap, mulai dari pembakar sampai dalang di balik pembakaran diarak keliling Riau. Kalau perusahaan terbukti terlibat, tutup saja dan tukar dengan perusahaan yang komit untuk memelihara hutan. Atau kalau berani, biarkan Riau sepi dari perusahaan.

Pak Annas, mohon jangan kerek pada asap. Jadilah pendekar asap. Kemarin SBY datang ke Riau membawa pipa semprot. Esok, Jokowi jangan pula blusukan membawa drum kaleng air ke negeri ini. Masa Pak Annas mau kalah dengan Jokowi? Dulu ‘kan sama-sama jadi gubernur populer lho.
Kalau Pak Annas sukses menangani asap Riau yang menjadi tradisi kemarau selama ini, mungkin bolehlah jadi salah-satu kandidat menteri kehutanan kabinet Jokowi ke depan. Itu pun kalau Jokowi dimenangkan MK di persidangan sengketa Pilpres nanti. Heeee...     

(Dimuat di Koran Riau, Jumat, 23 Juli 2014)


Oleh Griven H. Putera
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar