Haku tak takut pado hantu,
pado himau. Tapi pado lintah, aku kerek.
Demikian salah-satu
pernyataan seorang pendekar di kampung saya dulu. Ungkapannya itu keluar
setelah seekor lintah berhasil menyelinap ke dalam perutnya, entah melalui anus
atau tabung airnya.
Namanya Paruk (bukan
nama sebenarnya). Semasa muda ia memang terkenal memiliki darah berani super.
Kala seekor harimau Sumatera mengamuk dan terperangkap di kampung kami, hanya
ia seorang yang mampu bersilat dengan harimau, lalu menikamnya. Di ujung keris
pendeknya, sang penguasa rimba itu takluk. Maaf, seorang aparat keamanan negara
dari kecamatan, jangankan menikamnya, mengangkat bedil pun tak telap kala itu.
Tapi, siapa yang bisa
mengalahkan waktu? Kala usia tua, dan seekor lintah menyusup ke dalam tubuhnya,
lelaki itu tak berdaya dan mengaku kerek alias salut. Ia harus minum air
tembakau hingga hampir mabuk agar sang lintah keluar dalam keadaan bungkang
tanah.
Kini Riau tak kerek
pada lintah tapi kerek atau salut pada asap. Asap tak bisa dihentikan pendekar
apapun dan dari instansi manapun di negeri ini. Saban musim kemarau, asap
melebihi lintah mengganggu semua orang, ksatria yang ditunggu pun tak kunjung
datang. Asap seolah hanya diserahkan kepada Tuhan. Bahkan Tuhan pun dianggap pemegang
korek api atas banyak kejadian kebakaran di Riau. dan kelihatannya, kini Tuhan
pun akan disuruh membawa ember dan menumpahkannya di tempat api yang
bergejolak. Hmm, nasib, nasib. Sungguh malang nian nasibmu Riau.
Bulan puasa sebagai
bulan latihan fisik dan rohani tahun ini menjadi lebih berat, karena di samping
diuji dengan kelaparan dan berbagai tes batin dari Allah Swt, umat muslim di
Riau juga diuji dengan sumpalan asap yang tak sudah-sudah.
Pengeluaran umat bakal
bertambah setelah persiapan idul fitri dan bagi-bagi angpau di hari raya,
karena persiapan biaya pengobatan akibat asap bakal semakin tinggi. Tahun ini,
mungkin angpau atau berbagi saat idul fitri akan terancam hangus karena uang
tersebut bakal dipakai untuk safety kesehatan. Beberapa hari ini sudah banyak
masyarakat Riau yang tersampuk radang tenggorokan, batuk, demam dan berbagai
penyakit pernafasan lainnya.
Melihat kondisi seperti
ini, agaknya wajar masyarakat Riau berharap dan meminta Gubernur dan wakil
Gubernur Riau H Annas Maamun dan H Andi Rachman menangani asap ini lebih dini,
lebih gesa dan lebih terstruktur serta sistematis. Masyarakat berharap jangan
sampai Presiden RI datang lagi ke Riau sebagai pendekar asap. Cukup presiden di
Jakarta melihat pembantunya menyelesaikan asap di Riau ini, karena kini sistem
pemerintahan Indonesia bukan lagi bersifat sentralistik tapi desentralistik.
Cukuplah sekali kemarin saja Riau menjadi kawasan darurat asap.
Semoga Gubernur Annas
menjadi pendekar asap yang kedatangannya amat dinanti masyarakat Riau.
Ketegasan Annas untuk menindak dan menghukum berat siapa saja yang membakar
lahan dan hutan, serta mempertontonkan para penjahat asap di depan masyarakat
Riau merupakan kerja Annas dan kabinetnya yang patut ditunggu. Sebab selama
ini, berita di media tentang berapa orang yang ditangkap seolah hanya menjadi
kilas info yang kabarnya lesap bersama raibnya asap. Masyarakat meminta dan
berharap, kalau perlu para penjahat asap, mulai dari pembakar sampai dalang di
balik pembakaran diarak keliling Riau. Kalau perusahaan terbukti terlibat,
tutup saja dan tukar dengan perusahaan yang komit untuk memelihara hutan. Atau
kalau berani, biarkan Riau sepi dari perusahaan.
Pak Annas, mohon jangan
kerek pada asap. Jadilah pendekar asap. Kemarin SBY datang ke Riau membawa pipa
semprot. Esok, Jokowi jangan pula blusukan membawa drum kaleng air ke negeri
ini. Masa Pak Annas mau kalah dengan Jokowi? Dulu ‘kan sama-sama jadi gubernur
populer lho.
Kalau Pak Annas sukses
menangani asap Riau yang menjadi tradisi kemarau selama ini, mungkin bolehlah
jadi salah-satu kandidat menteri kehutanan kabinet Jokowi ke depan. Itu pun
kalau Jokowi dimenangkan MK di persidangan sengketa Pilpres nanti. Heeee...
(Dimuat di Koran Riau, Jumat, 23 Juli 2014)
Oleh Griven H. Putera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar