Tahukah tuan di mana Penyalai? Kalau tuan pernah
pergi ke sana tentulah menjawabnya dengan fasih tentang seluk beluk negeri yang
saya tanyakan itu. Mungkin tentang Pulau Mendul, gobak sagu, kebun kelapa, buah
tematu, kue bangkit, negeri berpantai, cendol penyalai, joget tanjung selukup,
Datuk Temakul dan lain sebagainya.
Tulisan ini tidak hendak menjelaskan tentang
negeri di ujung batang Kampar itu dengan lengkap-pepat. Tapi sebagai anak
negeri yang iba hati pada tanah airnya, tampaknya ada sesuatu yang hendak
dilakukan untuk kampung yang masih menyimpan rasa dan resa bahasa Indonesia
yang lemah gemalai di negeri itu, dan menurut salah-satu riwayat, konon induk
bahasa Indonesia yang dipakai sekarang diambil dari penuturan masyarakat di
salah-satu parit (kampung) yang tumbuh di Pulau Mendul tersebut pada masa
dahulunya.
Secara geografis, negeri ini berbatasan langsung
dengan Provinsi Kepulauan Riau. Selain itu juga dekat dengan negara
Singapura. Kini bangunan fisiknya, bila dibandingkan dengan Tanjung Batu,
Kundur, Kepulauan Riau saja, negeri ini cukup tertinggal jauh. Di Pulau Mendul
ini belum dimasuki mobil, belum ada hotel berbintang, Bank, ATM, dan banyak
lagi yang belum tersedia. Jika orang sini memerlukan semua fasilitas itu,
mereka terpaksa berangkat naik speedboat ke Tanjung Batu yang hanya
makan waktu sekitar duapuluh lima menit saja. Hal ini juga dilakukan oleh
sebagian eksekutor dan legislator Pelalawan bila mereka bertugas di sini.
Mereka bermalam di Tanjung Batu Kundur karena penginapan sini baru setakat
kelas melati.
Oleh karena letaknya berada di sekitaran wilayah
perairan Selat Melaka, tentulah negeri ini sesekali mendapat jelingan dan
tumpuan mata dari negeri dan negara tetangga tersebut. Sebagai bangsa yang
memiliki sejarah gemilang di masa lampau, sudah sepatutnya Kabupaten Pelalawan
ingin dipandang gagah dan sasa di mata masyarakat sekitar Selat Melaka karena
bagaimana pun, Kuala Kampar merupakan pintu gerbang Pelalawan dari mata dunia
(Selat Melaka). Selain itu lagi, dari segi sejarah, kalau tidak menyimpan
sesuatu yang unik dan misteri, kenapa pula Sultan Mahmud Syah dari tanah
Semenanjung Malaya memilih jalur ini untuk bertapak di Pekantua? Kenapa tidak
memudiki kuala Indragiri atau Sungai Jantan, Siak, lalu mencari negeri untuk
membangun istana sayap?
Melihat kondisi kini, pembangunan sarana dan
prasarana infrastruktur mesti dilengkapi lagi. Keinginan Pemerintah Kabupaten
Pelalawan untuk menjadikan Kuala Kampar sebagai kawasan zona ekonomi ekslusiv
sungguh tepat, patut didukung dan digelorakan oleh semua kalangan.
Selain itu, potensi pariwisatanya pun perlu
dikembangkan dan dibuat peta kerja secepatnya apalagi kawasan bono tidak begitu
jauh dari sini. Jika turis dari mancanegara hendak singgah di Teluk Meranti
tentulah lebih nyaman dan nikmat jika masuk dari jalur sini karena para turis
tentulah ingin juga duduk semalam di Singapura, di Malaka di Batam dan Kundur.
Pun, membangun lembaga pendidikan yang lengkap
dan sempurna seperti di Pangkalan Kerinci perlu digiatkan lagi di sini. Lembaga
pendidikan agama Islam lebih harus diperhatikan karena, pertama, jika
turis mengunjungi kawasan wisata bono tentulah bersentuhan langsung dengan
masyarakat Kuala Kampar. Galibnya, kedatangan para turis asing sedikit
banyaknya akan mempengaruhi prilaku masyarakat temapatan. Untuk itu, generasi
muda perlu pondasi agama (akhlak) yang baik dan kuat. Kedua, pemelihara
kesantunan dan keindahan nilai Melayu mutlak disampul oleh agama Islam.
Makanya, memajukan lembaga pendidikan agama di daerah ini tidak hanya
dibebankan kepada Kementerian Agama (Kemenag) saja tetapi juga kepada
Pemerintah Daerah. MTS Kuala Kampar hemat saya perlu mendapat perhatian khusus
dari Pemda Pelalawan.
Membangun dan memelihara kekayaan khazanah Melayu
di Penyalai atau Kecamatan Kuala Kampar merupakan sesuatu yang mustahak segera
dilakukan sesegera mungkin oleh semua sektor di Pelalawan karena negeri ini
merupakan warisan Tuhan yang amat berharga demi kejayaan Melayu dan kabupaten
Pelalawan di bentangan esok yang kian panjang.
(Pernah dimuat di Koran Riau 2014)
Oleh Griven H. Putera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar