32
Matahari baru saja tenggelam di laut. Di langit, pertanda muncul bintang dan bulan sedikitpun tak kelihatan. Yang ada saat ini hanya gelap, hanya hitam di mana-mana. Angin sudah sejak petang tadi bertiup tak tentu arah. Sekejap ke depan, sekejap ke belakang, sebentar ke kiri, tak lama kemudian berbelok ke kanan. Perut Malin Bonsu sudah mulai mual. Ia mulai merasa kalah dengan alam. Keperkasaannya sebagai pendekar muda ternama di selilit Pulau Perca, selingkung tanah Lembata di sini tiada berkhasiat. Ia kini sudah bagai layang-layang putus tali.
Tak ada guna lagi langkah silat. Tak ada manfaat jurus beladiri. Air dan angin telah mengalahkannya demikian hebat. Gelombang yang datang bergulung-gulung membuat dendangnya teleng kiri dan kanan dalam hitungan detik. Angin yang bertiup tak tentu arah membuat dendangnya terhempas hewa kian kemari. Terkadang tak jarang pula terlambung beberapa depa di atas laut.
Perutnya semakin mual, pandangannya mulai bercabang-cabang.
Pada saat ini, ia tak mungkin berdiri. Jalan satu-satunya hanyalah duduk dan menerima takdir. Kalau baik tak akan buruk, kalau celaka tak akan selamat.
Kini ia tak ingat kepada apa-apa lagi. Putri Jailan yang telah mengganggu pikirannya selama beberapa hari terakhir secara spontan hilang. Padahal, sebelum badai ini datang, sekali dayung direngkuh, sekali pula senyum Putri Jailan mengambang di laut. Dua kali dayung dihela, tiga, empat bayangan Putri Jailan mengapung di pelupuk mata. Saban mengingat Putri Jailan, segala rasa datang menghakiminya. Rasa bersalah, rasa sayang, rasa rindu, rasa kesal, rasa putus asa, dan semua rasa menyepak-nyepak dan mencucuk-cucuk hatinya bertubi-tubi. Hingga apabila bayangan Putri Jailan tak mau hilang, ia pun mulai seperti orang tak sadar. Ia tak peduli lagi apakah saat itu siang atau malam. Dendang terus didayung tanpa henti. Rasa kesal, geram dan semua rasa yang datang berbolak-balik di dada dan kepalanya ia tumpahkan kepada dayung.
Baru hilang bayangan Putri Jailan, bayangan Datuk Domiolah pun menggantikan. Bila hal itu terjadi, dayung makin ia rengkuh kuat-kuat. Sekuat tenaga. Sehabis daya. Ia ingin lari dari bayangan-bayangan itu. Ia ingin menghapus bayangan itu.
Kini ia benar-benar dikejar bayangan. Ternyata, salah-satu hal yang paling ditakuti manusia di dunia ini adalah dikejar bayangan. Dikejar bayangan dosa. Dikejar bayangan rasa bersalah. Ya, seperti Malin Bonsu. Manusia yang dianggap telah putus urat takut ini ternyata masih menyimpan rasa ngeri. Ya, rasa takut dan ngeri dikejar bayangan.
Malam ini ia tersadar. Janji sudah ia langgar. Dan ia sudah tahu akibatnya. Pun, sebenarnya, ketika ia mulai melangkah dari rumah godang Kota Lembacang Pandak dulu ia sudah menerka-nerka kalau semua ini bakal terjadi. Pelangkahannya saat itu sungguh tidak baik menurut ilmu pelangkah yang ia tuntut. Tapi keras hati membuat ia tak peduli. Kalau tak mampu menaklukkan segala rintangan untuk sebuah keinginan, bukan Malin Bonsu namanya. Tapi malam ini, apakah ia masih ditolong nasib mujur? Ataukah malam ini semua cerita tentangnya bakal berakhir? Nama Malin Bonsu yang telah tersohor ke seluruh pelosok negeri bakal tinggal cerita? Siapa yang bisa melawan takdir akibat janji dilapah? Siapa yang bisa muntah lagi setelah makan sumpah sendiri? Malin kah?
Kini pandangan Malin Bonsu mulai gelap. Lebih gelap daripada laut dan langit yang sedang marah.
Semakin lama angin berhembus semakin kencang, semua itu mengakibatkan gelombang bergulung sangat besar.
Kini pandangan Malin Bonsu memang benar-benar telah gelap. Ia telah terkapar tak sadar diri. Ia tak tahu kalau hujan lebat telah turun menusuk-nusuk laut. Telah menyiram tubuhnya yang tiada berdaya di dalam dendang.
Malin benar-benar tak sadar ketika dendangnya terantuk pada batu ampar yang tegak tercancang di tengah laut Pulau Angsa Dua. Ia benar-benar tak tahu kalau tubuhnya telah terlempar ke dalam samudera. Dan benar-benar tak mafhum kalau dendang yang dipinjamnya pada Putri Jailan telah terbelah menjadi dua. Ia benar-benar tak tahu apa-apa lagi. Ia telah mati. (bersambung…)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar